Wednesday, November 08, 2006

Ketua HMKI : Bagaimana Supaya Masyarakat Karo Tidak Tertinggal

Bagaimana agar masyarakat Karo tidak tertinggal dengan masyarakat lain di Indonesia atau dapat dikatakan sejajar dengan yang lainnya, itulah yang menjadi cita-cita dari Ketua Umum Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (HMKI) Riemenda Jamin Ginting SH, MH.
Dalam suata percakapan dengan Sora Mido di Jakarta, Riemendan Jamin Ginting yang didampingi Sekretaris Jenderal HMKI Budianto Batu Tarigan dan Bendahara Umum Rosian Sinulingga SH serta Sekretaris II Maradona Sinuraya SH diakui selama ini HMKI belum berbuat banyak untuk masyrakat Karo. “Berbagai upaya akan kami lakukan untuk meningkatkan keberadaan masyarakat Karo sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi HMKI,” tegasnya.

Visi HMKI sendiri adalah “Menjadi katalisator dan dinamisator guna terwujudnya masyarakat Karo yang maju, demokratis, beriman dan sejahtera dalam suasana kekrabatan Karo”.
Sedangkan misinya adalah pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia Karo yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif, produktif dan memiliki semangat berpartisipasi untuk pembangunan masyarakat Karo. Kedua, meningkatkan kerukunan masyarakat melalui peningkatan iman, penegakan hokum dan pelestarian nilai-nilai luhur budaya Karo.
Ketiga, menciptakan lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian terhadap pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia Karo. Keempat, menjadi mitra serta membangun jaringan kerja dengan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga swadaya masyarakat lainnya dalam mewujudkan visi organisasi.Adapun motto HMKI adalah “Ersada Kita Megegeh, Ersada Kita Teridah, Ersada Kita Meherga dan Ersada Kita I Perhitungken Kalak”.

Menurut Sekretaris Jenderal HMKI, kepengurusan HMKI periode 2006-2011 jauh lebih ramping dibandingkan dengan kepengurusan sebelumnya. Jika dalam periode sebelumnya BPH berjumlah 45 orang, untuk periode yang sekarang hanya 11 orang. Dan jika dilihat dari Dewan Penasihat yang berjumlah 24 orang, maka potensi yang ada di HMKI sebenarnya cukup besar. Belum lagi anggota Dewan Pakar yang jumlahnya 12 orang dan empat orang diantaanya adalah profesor, maka sebenarnya keuatan yang ada di HMKI sangat dahsyat untuk memberi kontribusi bagi kemajuan masyarakat Karo.

Ada satu cita-cita dari pemuka masyarakat Karo, Dr K Pri Bangun (almarhum) yang ingin diwujudkan HMKI yaitu bagaimana organisasi ini mempunyai dana abadi, sehingga mampu bergerak lebih luwes dalam menjalankan visi dan misinya. “Kami masih ingin mewujudukan cita-cita pendiri organisai ini, yaitu adanya dan abadi. Mudah-mudahan bisa terwujud,” kata Sekretaris Jenderal HMKI.

Dengan seluruh potensi yang ada, HMKI akan berusaha membawa para pengusaha nasional untuk menanamkan modalnya di Tanah Karo demi meningkatkan perekonomian masyarakat Karo. Untuk itu akan dilakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Karo dalam berbagai bidang, khususnya untuk mengatasi keterpurukan masyarakat Karo menghadapi harga komoditas dari Tanah Karo yang sangat rendah. Padahal dilihat dari potensi komoditas pertanian di Tanah Karo begitu tingginya, sehingga sangat disayangkan keadaan itu terus menjadi masalah bagi petani Karo dari tahun ke tahun.

Pembenahan Organisasi

Dengan tersebarnya masyarakat Karo di hampir seluruh Provinsi bahkan Kabupaten dan Kotamadya seluruh Indonesia, maka HMKI juga saat ini telah memiliki berbagai DPD di Provinsi dan DPC di Kabupaten/Kotamadya.
Menurut Ketua Umum HMKI, beberapa DPC kegiatannya sangat maju. Dia mengambil contoh DPC Langkat yang berlokasi di Stabat, Sumatera Utara, mereka sangat kompak dalam melakukan berbagai kegiatan untuk memajukan masyarakat Karo yang berada di Langkat. “Keberadaan DPC seperti ini akan lebih cepat menjadikan HMKI menjadi organisasi yang betul-betul memberi manfaat bagi masyarakat Karo yang ada,” katanya, dengan bersemangat.
Memang, saat ini berbagai DPD maupun DPC HMKI telah beridiri diantaranya sudah ada DPD di Riau Kepulauan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan DPC di Batam dan Langkat. “Sudah banyak DPD dan DPC HMKI di seluruh Indonesia, kami akan berupaya membenahinya agar segera bergerak untuk melakanakan visi dan misi yang diemban oleh HMKI,’’ katanya lagi.

Sunday, November 05, 2006

SD MASEHI : Ada Apa Denganmu?


Di era sebelum tahun 1980-an, di Tanah Karo khususnya Kabanjahe ada dua sekolah swasta memiliki reputasi akademik yang menggembirakan. Satu sekolah Masehi dan yang lain lagi milik Katolik. Sekolah Masehi bahkan juga telah dikenal luas bukan saja di lingkungan GBKP, tetapi warga lain yang berdomisili di sana banyak menempuh studi di sekolah ini. Bahkan Letjen (Purn) Arifin Tarigan merupakan salah satu dari alumni sekolah ini. Dan tentu masih banyak rangkaian panjang prestasi dari alumni sekolah yang kini dikelola oleh runggun GBKP Kabanjahe Kota ini. SD Masehi dahulunya telah memiliki empat cabang dan mengelola pendidikan dari jenjang SD hingga ke SMA. Sekolah ini selain memiliki lokasi yang strategis juga memiliki fungsi yang cukup penting guna perkembangan pendidikan masyarakat Karo dan gereja GBKP khususnya. Julianus Liembeng, salah seorang anggota milis yang kebetulan mengajar di Universitas Pelita Harapan, menyebutkan bahwa sekolah Kristen harus unik dan menjadi God Center, katanya mengutip James T. Riady pemilik UPH. God Center artinya, apapun yang menjadi aktivitas sekolah ini kelak akan menjadi kemuliaan Tuhan.

Sebenarnya diskusi ini telah berlangsung lama di milis gbkp@yahoogroups.com. Awalnya, Henndy Ginting seorang dosen di UK Maranatha, Bandung melemparkan tulisan mengenai SD Masehi di Kabanjahe yang semakin terpuruk. Ide terus berkembang menjadi bagaimana me-revitalisasi sekolah tersebut. Haryanto B. Tarigan (Taiwan), Pt. GM Tarigan (alumni Masehi, Jakarta), Dolata Ginting juga dari Pelita Harapan, Simson Ginting (Austria), Christina Ginting (Jerman), Rosalina Purba (Swedia), Nuah P. Tarigan (Bekasi), Juspri Ginting (Philips, Jakarta) serta masih banyak lagi yang memberikan sumbang saran.

Saat ini yang cukup memprihatinkan para netter di milis gbkp adalah merusotnya prestasi yang pernah dimiliki sekolah ini. Sekarang sekolah ini hanya tinggal mengelola SD dan memiliki sekitar 70 orang siswa dengan tiga orang guru tetap dan beberapa orang tenaga honorer dengan gaji Rp 300.000 per bulannya. Untuk itu, beberapa alumni dan simpatisan telah urun-rembug untuk mengembalikan citranya semula yang gemilang. Beberapa orang telah memberikan komitmen untuk memberikan bantuan, baik secara finansial maupun keahlian yang dimiliki masing-masing anggota milis.

Salah satu langkah telah diambil adalah mengkaji hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan citra sekolah ini. Tepat pada 14 Oktober 2006 yang lalu beberapa anggota milis telah bertemu di Kantor Sora Mido, Jatiwaringin guna menindak lanjuti langkah-langkah yang akan ditempuh. Henndy Ginting, Dolata Ginting dan Martin Peranginangin telah membuat satu format mengenai visi dan misi, strategi serta langkah-langkah yang akan di lakukan untuk enam tahun ke depan guna kembali mengangkat citra sekolah ini. Mengapa enam tahun? Karena setelah enam tahun, maka akan ada alumni SD ini pasca bantuan ini. Kita nantikan bagaimana progres berikutnya...(Red)

Berkesenian (Karo) di Jakarta

Oleh : Yulianus Liem Beng

Tulisan Maja Saputra Bukit dalam Sibayak Post edisi November 2004 yang berjudul “Apresiasikan Seni Musik dan Tari Tradisional Karo sebagai Warisan Budaya” tersirat dibenak saya suatu keprihatinan akan kondisi kesenian Karo. Khususnya mengenai kondisi kesenian Karo (musik) yang berkaitan dengan kesenian tradisional. Jika lebih dipersempit lagi adalah jumlah musisi (sierjabaten). Meskipun penghitungan yang dilakukan belumlah seakurat mungkin, tetapi berdasarkan perhitungan kasar di seluruh wilayah Karo di Sumatera Utara sekarang ini terdapat 78 orang pemusik tradisional dengan catatan semuanya telah berumur 50 atau 60 tahun ke atas.

Lima tahun yang lalu (2001) juga, ketika kami melakukan shooting di Jakarta dengan dua orang seniman Karo dari Medan untuk sebuah produk VCD, mereka juga menyebutkan kondisi kesenian Karo saat itu tidak jauh dari kondisi yang disebutkan oleh Bukit tersebut, bahkan mereka (-- Sorensen Tarigan dan Alm. Stasion Tarigan --) khawatir tidak akan ada lagi generasi baru (muda) yang mau berkecimpung di musik tradisional Karo. Gendang tradisional Karo (gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen) terbatas hanya dipakai pada acara kematian cawir metua atau nurun dan upacara-upacara adat lainnya bagi orang Karo yang masih ‘menghargai’ keseniannya. Semua kegiatan yang berkaitan dengan musik ‘hampir’ sepenuhnya dilahap oleh yang namanya organ tunggal kibot (keyboard). Oleh sebab itu muncul lelucon yang mengatakan para sierjabaten Karo seakan-akan ‘berdoa’ supaya ada orang yang meninggal cawir metua agar dapat job. Mungkin saja tidaklah separah ini, tapi kenyataannya jumlah pemusik tradisional semakin hari semakin berkurang.

Di Jakarta ? Mungkin kondisinya sangat berbeda dan dapat dipahami bahwa di Jakarta populasi Karo juga sangat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan daerah asalnya. Namun kesenian Karo di Jakarta bukan tidak dibutuhkan. Setidaknya di Jakarta ada 14 pemain kibot, seorang pemain sarune, dan dua orang pemain gendang. Jelas, dominasi kibot.

Dulu sekitar tahun 1990-an ada satu kelompok sierjabaten yang tinggal dan menetap di Jakarta yang lebih dikenal dengan group ‘Pool BK’ karena posko mereka di sebuah pool taksi di daerah Kali Malang. Namun akibat gempuran kibot dan lebih mahal dibanding dengan musik kibot, maka secara perlahan-lahan group ini juga mundur dengan teratur meskipun mendapat subsidi dari seorang Karo yang mempunyai kepedulian terhadap kesenian tersebut. Tahun 1997 di Jakarta tinggal satu dua orang saja seniman tradisional dan tahun 1999 hanya tinggal satu orang saja, yaitu pemain gendang. Pemain gendang ini juga dapat bertahan karena mempunyai usaha cucian mobil (door smer). Semuanya kembali ke Tanah Karo, dan satu sisi pemain kibot semakin banyak mengadu nasib ke Jakarta, karena upah (honour) konon jauh lebih tinggi dibanding di Sumatera. Sebagai perbandingan, tahun 1996 jumlah pemain kibot Karo tidak lebih dari 3 orang, dan sekarang lebih dari 14 orang. Bahkan di Eropah sendiri masyarakat Karo kabarnya sudah menggunakan kibot dalam acara kerja tahunnya.

Berkesenian Karo di Jakarta memang menjanjikan secara finansial, oleh sebab itu tidak mengherankan banyak pemain kibot Karo mengadu nasib ke Jakarta. Akan tetapi tentunya harus juga dibekali dengan kemampuan (skill). Profesi sebagai pemain kibot Karo juga adalah sah-sah saja. Profesi tentunya menyangkut keprofesionalan yang peka akan unsur-unsur entertain, service, network, marketing dan sebagainya, yang berujung kepada kesuksesan secara materi (la pajek gara api).

Seniman sebagai agen perubah (agent of change) di dalam masyarakat, minimal bagi pendukung fanatiknya, seharusnya atau idealnya mempunyai rasa tanggung jawab akan kesenian dimana dia berpijak meskipun perubahan tidak dapat dihindarkan. Tanpa ada perubahan maka kesenian itu juga akan mati, namun sejauh mana seniman telah melakukan perubahan, apakah sudah sampai pada perubahan makna (mean) atau masih seputar cara. Kehadiran gendang kibot pada masyarakat Karo di Jakarta mampu merubah cara dan hampir merubah makna.

Melihat kenyataan tersebut maka timbul beberapa pertanyaan, yaitu : Adakah upaya orang Karo di Jakarta kembali menghidupkan gendang tradisional Karo ? Masih relevankah gendang tradisional Karo dengan era modernisasi sekarang ini ? Zaman sudah berubah, musik yang berkaitan dengan selera juga tentunya perlu berubah, bukankah musik yang statis akan mati dan ditinggalkan karena tidak mampu lagi memenuhi selera masyarakat ? Kenapa mesti gendang tradisional Karo ? Bukankah gendang tradisional Karo itu sepi, sunyi, senyap dan terkesan sangat monoton sekali ? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang dapat diungkapkan. Tetapi inti dari semua itu adalah bahwa perubahan memang tidak dapat dihindarkan. Era globalisasi juga sangat membutuhkan karakteristik dan kekhasan. Demikian juga musik. Jawaban-jawaban akan pertanyaan tersebut di atas juga bukan tidak beralasan, dan tentunya membutuhkan jawaban secara teoritis yang tak mungkin dijelaskan lewat tulisan yang singkat ini, tergantung benar salah karena relativitas pandangan meskipun faktanya subjektif dan obyektif.

Saya bersyukur karena setidaknyalah di Jakarta sekarang ini ada upaya yang dilakukan segelintir orang yang untuk mengembangkan kembali Kesenian tradisional Karo, yaitu Sanggar Partitur. Sanggar ini didirikan pada tanggal 10 Juli 2003. Sanggar yang telah terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta ini juga mendapat dukungan dari Pemda Karo, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karo. Pada tahun 2004 yang lalu Dinas Budpar telah memberikan dukungan dengan memberikan bantuan seperangkat alat musik tradisional Karo meskipun peralatan tersebut juga kondisinya kurang memuaskan. Demikian juga Kantor penghubung Propinsi Sumatera Utara dan Dinas Kebudayaan DKI juga turut memberikan dukungan.

Sanggar ini secara rutin mengisi acara kesenian Karo di Anjungan Provinsi Sumatera Utara Taman Mini Indonesia Indah. Meskipun latihan masih seret karena keterbatasan pengetahuan. Mereka punya sarune tetapi tidak ada pemain. Di tahun 2004 mereka dapat memperkenalkan kesenian Karo di even-even kesenian lintas etnis di Jakarta, seperti di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Tennis Indoor Senayan, di Gedung BPPT Jakarta dan sebagainya. Berduit ? Gendang kibot solo sekali main di Jakarta lebih kurang satu juta rupiah, gendang tradisional dengan lima orang pemain tentunya lebih kecil. Sekali lagi rasa tanggung jawab dan idealisme.

Memang ada kesenian yang dapat menghidupi dirinya sendiri, ada juga kesenian yang memang harus mendapat subsidi. Kesenian tradisional Karo sekarang ini sangat pantas mendapat subsidi dari pemerintah karo pemerintah merasa kesenian itu perlu. Namun apabila tidak ada dukungan dan subsidi dari pemerintah atau masyarakat, apakah kesenian itu akan mati atau punah ? Ya, sekali lagi tergantung kepada masyarakatnya itu sendiri, apabila ada yang merasa perlu maka dia akan pertahankan kelangsungannya. Bekasi, 21 Januari 2005.

Peluang Investasi di Kabupaten Karo

Seminar Sehari “Ras Kita Pesikap Kutanta”:

Oleh : Henndy Ginting

Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Karo bekerja sama dengan Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (HMKI) pada Hari Kamis, 21 September yang lalu menyelenggarakan sebuah seminar yang bertema Pesikap Kuta Kemulihenta. Seminar yang bertempat di Hotel The Sultan, yang dulu bernama Hotel Hilton tersebut dihadiri lebih kurang 120 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh Karo yang tinggal di Jakarta, beberapa pengusaha, dan para pejabat Pemkab Karo. Orang Karo yang tinggal di Jakarta yang terlihat hadir antara lain, mantan Dirut Astra Graphia, Inget Sembiring, mantan Pejabat PLN, Guapa Malem Tarigan, Ketua Umum HMKI dan pengurusnya, Riemenda Jamin Ginting, Butar Latuconsina Sitepu, H. KP. Malik Tarigan, dan lainnya.

Seminar diawali dengan kata sambutan dari Ketua Umum HMKI, Ibu Riemenda Jamin Ginting. Beliau menyambut baik inisiatif Pemkab Karo untuk secara terbuka dan profesional dalam upaya membangkitkan iklim usaha di Karo. Berbagai kelalaian masa lalu seperti lambatnya pelayanan petugas Pemkab, banyaknya pungutan liar, dan manajemen Pemkab yang kurang terarah diharapkan dapat diatasi oleh pemerintahan yang baru. Ibu Riemenda juga menghimbau peserta seminar untuk sekuat tenaga dan pikiran berpartisipasi aktif pada saat diskusi dan menghindari pembicaraan diluar hal-hal yang berkaitan dengan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Karo. Oleh moderator, isi sambutan ini dijadikan sebagai rambu-rambu “tata tertib” seminar dengan ungkapan “murni bicara bisnis dan investasi”.

Anak Beru Sienterem

Bupati Karo, Bapak D.D. Sinulingga, dalam sambutannya mengajak segenap masyarakat Karo yang tinggal di luar Karo memberikan kontribusi nyata sesuai dengan bidang dan kompetensi masing-masing untuk ikut membangun “Kuta Kemulihen”. Dengan semangat kebersamaan “Ras Kita Pesikap Kutanta”, beliau menegaskan perlunya tanggung jawab moral seluruh orang Karo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Tanah Karo. Walaupun banyak orang Karo yang sudah sukses tinggal di luar Karo, sedikit banyak “pasu-pasu” Tanah Karo Simalem dipercaya memberikan semangat dalam mencapai kesuksesan tersebut. Oleh karenanya kedekatan emosional dan kultural dengan tanah kelahiran hendaknya diwujudkan dengan berperan aktif membangun Karo. Sesaat sebelum memukul gong untuk membuka seminar, Bupati Karo mengajak, “Kerina Kita Terlibat Kalak Karo Si Lima Merga.”

Berbicara tentang kebijakan investasi di Karo, Bupati Karo menjamin peluang yang dibuka selebar-lebarnya bagi para investor. Hanya saja usaha yang dibangun harus memberi nilai tambah bagi masyarakat terutama untuk meningkatkan kesejahteraan “rayat si rulo”. Jangan sampai dengan maraknya investasi dan industri di Karo nantinya membuat anggota masyarakat menjadi “buruh” atau pekerja. Justru sebaliknya dengan adanya investor atau perkembangan industri dapat memacu terciptanya industri-industri pendukung yang berhubungan dimana anggota masyarakat yang tinggal di Karo lah sebagai pengusaha atau setidaknya sebagai “manajer-nya”. Dengan demikian terjadi transfer pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat Karo untuk lebih maju. Hal ini penting menurut Bupati Karo mengingat orang Karo yang sebagian besar petani adalah pekerja yang tulus dan rajin bekerja tetapi kurang pengetahuan mengenai bisnis/pasar.

Sehubungan dengan kebijakan pintu terbuka bagi para investor untuk menjajaki peluang usaha di Karo, Bupati Karo menyatakan ia dan seluruh jajarannya siap menjadi “anak beru sienterem”. Bahkan ketika ada salah seorang peserta diskusi yang mempertanyakan keseriusan Pemkab Karo untuk menjadi “anak beru sienterem”, Bupati Karo dengan tegas menjawab bahwa jajarannya yang tidak siap akan segera ditindak atau bahkan diberhentikan. Makna kultural “anak beru sienterem” merupakan analogi dari konsep Customer Service Orientation (CSO) yang menjadi salah satu strategi andalan manajemen perusahaan untuk menghadapi persaingan dan globalisasi. Pada sisi lain CSO mengandung unsur sosial, ketulusan, dan empati yang tampaknya menjadi sangat relevan di dalam manajemen pemerintahan pada era otonomi saat ini. Salah satu bentuk CSO terhadap investor, Bupati Karo menjelaskan untuk mengeluarkan ijin prinsip suatu usaha, apabila semua persyaratan sudah terpenuhi, tidak akan membutuhkan waktu lama. Bahkan apabila memang memberi nilai tambah bagi masyarakat Karo, ijin prinsip dapat dikeluarkan dalam tempo kurang dari satu jam.

Fakta, Informasi, dan Data

Sebagai bahan referensi untuk lebih dapat mendalami situasi riil Kabupaten Karo, Pemkab yang diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Sumbul Depari, memaparkan fakta, informasi, dan data tentang peluang dan tantangan investasi di Karo. Pemaparan tersebut selain disarikan pada handout seminar, juga tersaji di dalam sebuah buku “Regional Potency and Investment Opportunity of Karo Regency” yang diterbitkan Pemkab Karo. Pokok-pokok pikiran paparan tersebut dibagi ke dalam 6 bagian yaitu Gambaran Umum Kabupaten Karo, Potensi Wilayah, Isu dan Permasalahan, Arah dan Kebijakan Pembangunan 2006-2001, Peluang Investasi, dan Harapan terhadap Orang Karo Perantauan.

Gambaran umum Karo yang perlu dicatat antara lain pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%, dari 312.300 jiwa ditahun 2004 menjadi 316.207 jiwa ditahun 2005. Apabila dibandingkan dengan total luas wilayah Karo yang sebesar 2.127,25 Km maka kepadatan penduduk adalah 147 jiwa/Km2. Keseluruhan penduduk tersebar di 13 kecamatan dimana Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe menduduki peringkat tertinggi untuk kepadatan penduduk yaitu 1.254,33 jiwa/Km2 dan 1.209,41 jiwa/Km2. Sedangkan Kecamatan Lau Baleng dan Mardinding memiliki wilayah yang paling luas yaitu sebesar 252,60 Km2 dan 267,11 Km2. Sedangkan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,06% di tahun 2001 menjadi 6,06% di tahun 2004. Income perkapita penduduk di tahun 2004 tercatat sebesar Rp. 8.473.844,-. Kontribusi terbesar terhadap PDRB tercatat di tahun 2005 dari sektor pertanian sebesar 60,55% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 12,05%. Data yang cukup menggembirakan adalah Human Development Index (HDI) 5 tahun terakhir dimana keseluruhan komponennya berada di atas rata-rata HDI Propinsi Sumatera Utara.

Potensi wilayah di bidang pertanian sebagai penghasil sayur-sayuran, buah-buahan, dan palawija cukup besar dan terealisasi dalam bentuk ekspor. Akan tetapi potensi pertanian tersebut membutuhkan pasokan pupuk kandang dari luar daerah. Tercatat 350 ton pupuk kandang yang setara dengan Rp. 56 juta didatangkan dari luar daerah setiap harinya. Begitu pula dengan bidang pariwisata, menawarkan objek wisata alam, budaya, agro wisata, dan peninggalan sejarah. Hanya saja jumlah wisatawan menurun drastis setelah krisis moneter di tahun 1997 sampai dengan sekarang. Misalnya saja jumlah wisatawan yang berasal dari negara-negara Asean menurun dari 121.008 orang di tahun 1997 menjadi 5.662 orang di tahun 2005. Industri Kecil dan Menengah yang berkembang di Karo antara lain adalah syrop markisah, terong karo, selai, bubuk kopi, tahu, roti, anyaman, industri teknologi pendukung pertanian dan lainnya. Bidang pertambangan juga cukup memberikan warna pada potensi wilayah mengingat adanya bahan galian seperti belerang, batu gamping, zeonit, dan lainnya yang tersebar di berbagai kecamatan.

Beberapa isu dan permasalah yang cukup signifikan untuk dicatat antara lain di bidang pertanian menyangkut kurangnya pengembangan teknologi yang ramah lingkungan dan pengetahuan bisnis di kalangan petani. Di bidang pariwisata, kurangnya program promosi dan sosialisasi wisata yang terpadu akibat ketidaktersediaan biaya. Sedangkan di bidang SDM, kompetensi aparat PNS masih perlu ditingkatkan untuk mendukung terciptanya “clear and good governance” serta pelayanan yang prima. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi relevan untuk ditingkatkan sehubungan dengan kurangnya kompetensi SDM Karo. Selanjutnya di bidang sosial budaya perlu perhatian lebih terhadap pendidikan moral dan pelestarian budaya di kalangan masyarakat. Contoh konkrit untuk masalah sosial kemasyarakatan antara lain premanisme, narkoba, perjudian, dan yang lainnya.

Untuk menjawab berbagai fenomena isu dan permasalahan di Kabupaten Karo, Pemkab Karo merumuskan visi yaitu terwujudnya masyarakat kabupaten karo yang maju, demokratis, beriman, dan sejahtera dalam suasana kekerabatan karo. Untuk pencapaian visi tersebut disusun strategi pembangunan melalui 3 pilar utama yaitu pembangunan ekonomi kerakyatan, pengembangan SDM, dan pembenahan sarana dan prasarana investasi. Melalui strategi tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi meningkat rata-rata 0,25% per-tahun atau setara dengan pendapatan perkapita sebesar Rp. 10 juta di tahun 2010. Hal ini hanya akan terwujud apabila tercipta iklim investasi dari sektor swasta sebesar Rp. 595 Milyar per-tahun.

Peluang investasi di Kabupaten Karo tersebar di berbagai sektor. Di sektor pertanian misalnya terbuka peluang untuk pengadaan bibit, teknologi pertanian, pengolahan pasca panen, teknologi penyimpanan hasil pertanian, jaring apung, sapi perah dan sapi potong, pengolahan kopi, dan pengolahan kemiri. Di sektor pariwisata, berbagai objek wisata alam seperti Lau Kawar, Tongging (Danau Toba), Taman Mejuah-juah, Tahura, Air Terjun Sikulikap, Pemandian Air Panas, Mbal-mbal (“ranch”) Nodi, Deleng Kutu, Uruk Tuhan, Gunung Berapi (Sinabung dan Sibayak), dan Uruk Gundaling. Disamping itu peluang di sektor pertambangan seperti PLTA Lau Kersik dan Geothermal Sibayak dapat menjadi alternatif investasi.

Testimonial

Ikut mendamping Sekda Kabupaten Karo dalam paparannya adalah seorang putra karo yang sudah memulai usaha mix farming di daerah Peceren, Berastagi. Dr. Ir. Petrus Sitepu bersama rekannya, seorang investor asal Berastagi, Simon Lee, yang dalam 6 bulan terakhir ini berbisnis sapi perah, sapi potong, dan mengembangkan usaha pertanian “sweet corn”. Sebelum berbicara lebih jauh, Petrus memberi kesaksian bagaimana mudahnya memperoleh ijin prinsip dari Pemkab Karo. Selain dapat dengan mudah meminta waktu audiensi dengan aparat Pemkab, beliau menyampaikan bahwa ijin prinsip usahanya dapat keluar dalam waktu 1 jam. Bahkan beliau merasakan dukungan moril, misalnya dengan adanya kunjungan mendadak dari Bupati Karo ke lokasi usahanya.

Menurut paparannya, Petrus optimis usaha sejenis akan potensial berkembang di Karo mengingat tidak ada limbah yang terbuang dari usaha tersebut. Sebagai gambaran, dari batang jagung muda yang sudah dipanen dijadikan makanan ternak/sapi dan buah jagung (sweet corn) dapat langsung dipasarkan. Sedangkan sapi yang dipelihara saat ini menghasilkan daging dan susu yang mulai mencapai pasar Medan dan sekitarnya. Menurut perkiraan Bung Petrus, Kota Medan membutuhkan 200 ekor sapi setiap harinya untuk konsumsi penduduk. Apabila Karo bisa memasok 25-50% saja dari kebutuhan tersebut maka akan banyak masyarakat Karo terangkat kesejahteraannya. Selanjutnya beliau menjelaskan limbah ternak sapi dapat langsung diolah kembali menjadi pupuk kandang.

Sehubungan dengan paparan yang sarat dengan isu ramah lingkungan tersebut, Ibu Butar Latuconsina dari HMKI menyambut dengan menawarkan produk-produk sarana pertanian organik dengan teknologi mikro organisme. Selain untuk menjawab kebutuhan pengolahan limbah dan sarana pertanian semi organik, produk tersebut tentunya sedikit banyak dapat mengubah citra poduk pertanian Karo yang didominasi teknologi anorganik. Terlepas dari besar tidaknya relevansi tawaran produk tersebut, semangat Ibu Butar untuk berpartisipasi dalam pembangunan Karo patut diapresiasi dan dapat menjadi “provokator” bagi putra-putri Karo lainnya.

Beberapa pertanyaan dan ide berupa alternatif solusi muncul disela-sela diskusi yang berdurasi lebih kurang 5 jam tersebut. Salah satu kritik atas paparan Pemkab adalah pentingnya uraian peluang investasi yang lebih rinci. Sedangkan berbagai saran yang sempat tercatat antara lain penggunaan transportasi laut sebagai alternatif untuk mengangkut hasil pertanian ke Jawa dan daerah lainnya, kesiapan sumber daya yang berkualitas untuk mengelola usaha yang akan dibangun di Karo, pelayanan aparat Pemkab yang perlu terus ditingkatkan, dan fleksibilitas birokrasi terutama dalam penerbitan sertifikat tanah pertanian yang selama ini menjadi masalah besar bagi petani. Hanya saja pada sesi ini suasana diskusi terlihat kurang produktif akibat kurang siapnya peserta untuk melakukan analisis terhadap fakta, data, dan informasi yang disajikan Pemkab. Pada sisi lain, para kepala dinas di lingkungan Pemkab juga terlihat belum terbiasa dengan acara “social time” yang dirancang panitia sebagai sarana untuk melakukan pendekatan dengan pengusaha. Pada sesi “sosial time” ini beberapa kepala dinas terlihat “ngobrol” sambil merokok di luar ruangan diskusi.

Kesimpulan dan Saran

Acara seminar sehari “Ras Kita Pesikap Kutanta” yang berfokus pada Peluang dan Tantangan investasi di Kabupaten Karo pada dasarnya merupakan manifestasi dari niat tulus masyarakat Karo perantauan dan Pemkab Karo untuk bersama-sama berpikir dan merencanakan aksi untuk membangun Karo. Tentunya pepatah “Kemarau setahun dihapuskan oleh hujan sehari” tidak berlaku dalam konteks ini. Artinya seminar tersebut hanyalah sebuah nyala kecil yang perlu terus dikobarkan untuk pada saatnya menjadi wujud nyata dengan adanya beberapa orang Karo perantauan yang memulai usaha di Karo atau membawa investor datang ke Karo. Beberapa sikap yang perlu dikembangkan untuk mengobarkan api semangat kebersamaan ini antara lain “trust” (saling percaya), ketulusan, dan rela berkorban.

Peran serta integratif antara akademisi/ilmuan, pengusaha, birokrat, sukarelawan, dan segenap masyarakat Karo perlu dikoordinasikan oleh Pemkab sehingga menjadi solusi yang komprehensif dan tepat sasaran. Berbagai survei dan penelitian tentang peluang usaha di Karo perlu segera diinisiasi oleh orang Karo yang bergerak di bidang ilmu terkait dan peran Pemkab selain mendukung penelitian tersebut juga secara berkala mensosialisasikan hasilnya melalui berbagai media sehingga menyentuh seluruh kalangan masyarakat Karo. Sedangkan dari sisi pengusaha dan birokrat Karo tentunya peluang investasi di Karo tidak hanya dipandang sebagai untung besar semata bagi diri sendiri tetapi sudah selayaknya dikaitkan dengan unsur sosial dan kepedulian terhadap Kuta Kemulihen.

Pada akhirnya kompetensi para aparatur PNS Karo terutama unsur-unsur manajer lini (kepala dinas dan kepala bagian) di bidang pelayanan dan kewirausahaan menjadi syarat mutlak dalam merespon minat investor. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan pengelolaan SDM yang profesional melalui upaya assessmen dan intervensi (pelatihan dan pengembangan) bagi kalangan aparat khususnya pada level pengambil keputusan. Hendaklah para aparat disemua lini bersikap menjadi “anak beru sinenterem” bagi pelanggan (masyarakat, investor, dan sesama rekan kerja). Pada sisi lain mereka juga harus “smart” untuk menangkap sinyal peluang bisnis dari berbagai usulan, proposal, dan kunjungan para investor. Bukan berarti aparatur PNS yang akan menjadi pengusaha tetapi mereka harus “cerdas” untuk merespon dan melayani segala jenis potensi usaha yang akan dibangun oleh berbagai kalangan untuk kemajuan Tanah Karo Simalem.

Sketsa Arsitektur Karo Masa Kini

Nuah P. Tarigan

Tulisan ini mungkin tidak cukup dalam menjelaskan situasi dan keadaan Arsitektur Karo masa kini, oleh karena itu saya menambahkan kata sketsa pada judulnya. Sketsa menunjukkan suatu gambaran awal dari suatu bangunan atau arsitektur yang sifatnya private dan public.

Didalam arsitektur, sketsa adalah penumpahan semua ilham dan ide dari seorang arsitek dalam menggambarkan imajinasinya. Akan tetapi tidak cukup hanya sampai sketsa saja, karena perlu dikembangkan lagi dengan apa yang dinamakan Rencana dan Rancangan (Plan dan Design). Arsitektur Karo seharusnya juga punya dinamika yang progresif, tidak berhenti atau mandeg. Ini ditunjukkan dengan makin banyaknya bangunan yang bernuansa; Karo, akan tetapi itu tidaklah cukup karena ternyata banyak bangunan yang bertype Karo tersebut hanya bentuk luarnya saja (Form) akan tetapi Ruang (Space) nya tidak sesuai sama sekali.

Arsitektur Karo yang lumayan representative menurut saya saat ini adalah bangunan gereja Katolik yang baru di Brastagi, lokasinya pas ditikungan dan terletak agak tinggi dari bangunan lainnya, dan juga beberapa arsitektur bernuansa Karo lainnya yang ada di Kabupaten Karo dan Deli Serdang. Hanya perlu ditelusuri juga apakah bangunan bangunan yang secara bentuk atau form/ shape nya sudah memenuhi kriteria konsep bangunan Karo. Karena hati atau nyawanya pun harus punya kaitan dengan KeKaroan.

Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini banyak warga Karo yang tidak peduli lagi dengan Arsitektur bernuansa Karo ini, kebanyakan para eksekutif dan pemilik rumah yang punya uang yang berlebih, mendesign bangunan rumahnya dengan arsitektur minimalis, bali, avant-garde lainnya, atau pendekatan ekletis (campur-campur). Memang ada yang berusaha untuk mendesign bangunan dengan memakai bentuk atap Karo dan atap yang punya empat muka (empat ayo), akan tetapi kebanyakan gagal dalam hasil designya karena hanya menjiplak secara membabi-buta.

Atap bukanlah satu-satunya unsur yang diperhatikan didalam mendesign bangunan Karo, ada banyak hal yang perlu diperhatikan yaitu corak warna, shape, space, mass, unity, tones, dan lain sebagainya. Ini akan bertautan dengan fungsi bangunan, konteksnya dan sumbangannya dalam membuat lingkungan yang asri, bersih dan sehat.

Arsitektur yang asri, bersih, sehat, punya sumbangan dalam sosial kemasyarakatan dan bermartabat. Satu hal yang penting adalah sumbangan kita dalam pembangunan masyarakat yang menyeluruh, bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan kepuasan duniawi dan material. Karena ini pada akhirnya akan menyumbangkan peran serta yang luar biasa dalam perencanaan dan perancangan kota. Saya kira ini bisa diasosiakan dengan keluarga yang sehat dan kuat akan membuat Negara kita ini sehat dan kuat juga.

Suatu bangunan yang bermartabat dan punya peran dalam sosial kemasyarakatan adalah bangunan fisik yang tidak super-egois dan tidak sangat individualis. Memang unsur private tidak boleh hilang, akan tetapi seharusnya dia tidak melupakan masyarakat yang memberikan sumbangan yang besar bagi kemaslahatan dirinya.

Adanya hubungan yang organis dan saling mendukung ini akan membuat keluarga dalam satu rumah atau suatu fungsi bangunan itu akan menjadi suatu hubungan simbiosis mutualistis, saling membantu dan membangun. Banyaknya kegagalan yang terjadi dalam masyarakat kita tidak lepas dari ketidak-mampuan kita dalam melihat sisi sisi manusiwai dalam arsitektur, artinya, kita sering hanya memuaskan diri kita sendiri untuk kehebatan dan kepopuleran kita tanpa melihat manfaatnya pada orang lain.

Akhirnya sketsa ini kiranya dapat menjadi bahan perenungan kita dalam melihat sisi sisi arsitektur Karo yang kontekstual dan bersifat kekinian, bukan untuk membuat suatu menara mercu-suar untuk memuaskan diri kita sendiri, kelompok kita sendiri, dan kebanggaan diri kita sendiri.

Mudah-mudahan arsitektur Karo tidak diKudeta oleh Arsitek-arsitek generesi-generasi masa yang akan datang dan bukan dari kalangan kita sendiri. Semoga tidak menjadi tawanan-tawanan dalam pikiran kita sendiri, kesombongan kita dan kenaifan kita.


Bangkok, 24th September 2006

Komitmen Baja Seorang Lelaki

Oleh Simson Ginting

Pinta Pinta

Ola singet aku nari
Ola ku tenahken pepagi
Sope lenga terang wari
Tekuak manuk merari

Ola lolah lolah turang
Dahilah dahindu mesayang
Gia kita enggo ndauh sirang
Pekepar lawitna si mbelang
Ola atendu aru turang

Gia sirang si kita lebe
Kena nge pinta-pintaku jine
Bagem dage
Bagem lebe

Ola lolah lolah turang
Gia kam bas sapo terulang
Tatap pagi ku bulan meganjang
Ngataken arih-arihta labo sirang
Ola atendu aru turang

Gia sirang si kita lebe
Kena nge pinta-pintaku jine
Bagem dage
Bagem lebe

(Djaga Depari)


Paling tidak ada 4 lagu karya Djaga Depari yang menurut hemat saya, baik dari segi melodi maupun syair, merupakan karya monumental dari komponis besar itu. Yakni Piso Surit, Sora Mido, Si Mulih Karaben dan Pinta Pinta. Keempatnya menjadi klasik, disukai tua muda dari generasi ke generasi dan menjadi lagu pujaan banyak orang.
Dari segi syair “Pinta Pinta” mencerminkan komitmen yang kuat terhadap sebuah cita-cita. Ada tekad yang membara. Meskipun hal itu tidak terungkap secara eksplisit namun terasa menjiwai syair lagu itu. Berbeda dengan spirit yang tercermin dalam lirik lagu-lagu yang lain yang juga tersohor. Seperti “Piso Surit” dan “Pio Pio” misalnya, berbicara tentang kerinduan yang tidak kesampaian, soal nasib malang, rasa kesepian karena sang kekasih (melambangkan sesuatu) tidak memberikan tanggapan (bersikap dingin). Sedangkan lirik “Pinta-Pinta” melukiskan hal yang sebaliknya. Si "aku" meminta, dia yang bertindak, mengambil inisiatif, agar sang kekasih tidak mengenang dirinya, apalagi memintanya untuk kembali (Ula singet aku nari/Ula ku tenahken pepagi) seperti ditekankan pada larik pertama dan kedua.

Sampai disini, kita menemukan dua kalimat negatif berisi larangan : jangan. Jangan lakukan ini dan jangan lakukan itu. Ada kesan angkuh atau setidaknya mencerminkan sosok pribadi yang kokoh. Seperti puisi Chairil Anwar “Aku“, tidak perlu sedu sedan itu, katanya menampik sentimentalitas manusia dalam menghadapi maut (kodrat kematian).
Tapi apakah memang demikian?

Ternyata untuk bisa memukan makna yang utuh harus dilihat larik yang selanjutnya : Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari. Sebelum fajar menyingsing dan ayam berkokok bersahutan-sahutan, jangan kau kenang diriku, jangan pula memintaku untuk kembali atau pulang. Itulah yang menjadi konteks dari larik pertama dan kedua tadi. Inilah kunci untuk memahami isi keseluruhan lirik lagu tsb.
Simbol fajar
Bila demikian maka kata fajar tampak menjadi syarat mutlak atau menjadi prinsip si aku. Sebelum fajar tiba, si kekasih tidak perlu mengenang dirinya. Lupakan aku sayang. Hapus saja aku dari ingatanmu, tak ada gunanya kau kenang diriku, begitu kira-kira Djaga Depari berkata. Kalau si aku meminta kepada kekasihnya untuk menghapus dirinya dari dalam ingatannya, itu artinya menghapus eksistensinya dalam hubungan itu. Dia menjadi bagian dari ketiadaan selama fajar itu belum menyingsing.

Sungguh tekad yang sangat kuat.

Bila demikian, apa yang dimaksudkan Djaga Depari dengan ungkapan fajar menyingsing dan ayam berkokok (menekankan pada suasana fajar), Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari, sehingga menjadi syarat utama dalam hubungan mereka? Artinya, kalau fajar tidak menyingsing maka mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Si aku tidak akan pernah kembali. Konsekwensinya, hubungan itu akan selesai dengan begitu saja, tanpa bekas, tanpa kenangan, tanpa makna.

Secara alamiah, fajar menandai pergantian hari, hari yang baru. Suara ayam berkokok dimana-mana (merari), bersahut-sahutan, ada dinamika, merupakan "musik alami" dalam menyambut datangnya hari yang baru. Bila Fajar datang maka kegelapan malam berlalu dan tibalah hari yang baru.

Fajar tentu menjadi simbol dari sebuah cita-cita. Sesuatu yang dianggap ideal setelah keadaan buruk (kegelapan dilambangkan dengan malam) berlalu. Tapi sebelum hal itu terwujud, sebelum fajar tiba, dirinya tidak punya arti apa-apa sehingga tidak perlu atau tidak layak dikenang.
Obesesi

Bila kita amati keseluruhan lirik lagu “Pinta Pinta“ tampak sturkturnya sebagai berikut. Bait 1 berisi komitmen si tokoh dengan tekadnya yang membaja, Ola singet aku nari/Ola ku tenahken pepagi/Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari. Dalam bait ke 2, si tokoh mulai memberikan perhatian kepada sang kekasih dengan lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang :Ola lolah-lolah turang/Dahilah dahindu mesayang/Gia kita enggo ndauh sirang/Pekepar lawitna si mbelang/Ola atendu aru turang.

Si aku memberikan dorongan moril kepada sang kekasih. Kendati mereka berpisah, si aku berada di seberang lautan, di perantauan, di medan juang, dia meminta kepada kekasihnya agar tidak larut dalam lamunan dan tenggelam dalam kesedihan sampai pekerjaannya terbengkalai.

Ternyata sekalipun mereka berjauhan, tidak berarti hilang dari pandangan hilang pula di hati seperti sering terjadi di era modern ini. Melainkan hanya sang kekasih saja yang senantiasa menjadi dambaan hidupnya. Gia kita sirang lebe/Kena nge pinta-pintaku jine, ujarnya. Pinta-pinta adalah sesuatu yang menjadi idaman hati. Menjadi Obsesi. Menjadi bagian dari hidupnya. Apapun yang dilakukannya, segala perjuangannya, mengarah kepada sang kekasih. Karena memang sang kekasih selalu dalam pikirannya.

Kemudian pada bait ke 3 ada kata kunci yang perlu mendapat perhatian kita yaitu larik Gia kam bas sapo terulang. Terulang artinya sesuatu yang terlantar, tidak dipergunakan lagi sehingga keadaannya tidak terurus. Sapo, tempat sementara. Bisa juga sebelum rumah selesai dibangun, untuk sementara orang membuat sapo-sapo sebagai tempat tinggal sementara. Sapo terulang simbol dari tempat tinggal sementara yang buruk dimana sang kekasih hidup/berada. Biarpun dalam keadaan seperti itu, dia minta sang kekasih tidak larut dalam lamunan atau hilang pikiran. Bila sang kekasih larut dalam kesedihannya, diminta agar dia menatap bulan di langit sebagai bukti bahwa janji yang telah mereka ikrarkan berdua tidak akan pernah luntur. Jadi, janganlah kau bersedih dik, bisik si aku dari tempat yang jauh, pekepar lawitna si mbelang. Jarak yang jauh hendaknya jangan dilihat dari segi geografis, soalnya bisa juga berarti jarak psikologis. Ndeher tempa tapi la terjaka.
Saya teringat akan kisah Abraham dalam Kitab Perjanjian Lama. Ketika hatinya mulai ragu-ragu akan janji Allah, Tuhan meminta kepada Abraham untuk pergi ke luar dari tendanya dan memandang bintang-bintang di langit. Itulah tanda dari janjiKu kepadamu Abraham, berkata Tuhan. Sejak itu, manakala hati Abraham diliputi keragu-raguan, ia pun memandang bintang-bintang di langit lalu hatinya pun menjadi kuat kembali menanti-nantikan janji agung tersebut.

Hal seperti itu pula tampaknya yang diminta oleh si aku kepada kekasihnya. Memandang bulan di langit, itulah tanda komitmen akan janji yang telah dicanangkannya. Mereka pasti bersatu, karena fajar yang dinanti-nantikan itu pasti menyingsing. Tinggal soal waktu saja. Itulah pancaran optimisme yang tersirat dalam syair lagu itu.
Multi tafsir

Seperti kita ketahui, kekuatan sebuah puisi terletak pada isinya yang bersifat multi tafsir. Apa sebenarnya makna keseluruhan lirik lagu “Pinta-Pinta”? Tidak dapat diterangkan dengan tuntas tanpa menerobos masuk ke dunia imajaniasi orang lain. Masing-masing orang menafsirkan dan merasakan getarannya secara sendiri-sendiri. Tidak ada yang seragam. Karena itu, puisi dapat berbicara kepada setiap individu dengan isi dan kadar keindahan yang berbeda-beda dan unik.
Sekarang masih tersisa dua buah pertanyaan kunci yang belum kita kupas. Pertama, kita mengerti kata fajar melambangkan sebuah cita-cita. Tapi cita-cita tentang apa? Kedua, siapa yang dimaksudkan sebagai “kekasih“ yang disapa oleh si aku dengan penuh kasih sayang itu, yang hidupnya berada dalam situasi yang serba tidak terurus, gia kam bas sapo terulang, melambangkan keadaan yang serba susah itu? Apakah benar-benar seorang gadis atau itu lambang dari sesuatu yang lebih luas?

Terserah kepada penafasiran kita masing-masing. Menikmati sebuah puisi pada hakekatnya merupakan sebuah pertemuan rahasia antara pembaca dengan penciptanya. Dalam hal ini pertemuan antara kita dengan Djaga Depari. Saya tidak bermaksud menggiring orang lain masuk ke bilik pertemuan saya dengan Djaga Depari. Kita mempunyai bilik pertemuan masing-masing. Di dalam bilik itulah terasa betapa Djaga Depari merupakan seorang penyair Karo yang luar biasa. Sayang sekali, sampai hari ini pengharagaan kita kepadanya belum setara dengan rasa kagum kita itu. Penghargaan itu masih bersifat artifisial, belum substansial.**** NRC Wina, 22 September 2006

Maju, Kaya Dihormati?!

Oleh : Tommy H. Sinulingga

Semua orang ingin maju! Semua orang ingin kaya! Dan semua orang ingin dihormati!
Sehingga banyak orang melakukan segala cara untuk maju, kaya dan ingin dihormati; Ada yang menuntut ilmu sampai jenjang yang paling tinggi; Ada yang terus bekerja dan bekerja serta mungkin ada yang “menuntut ilmu” ke Guru Sibaso.

Mungkin sebagian masyarakat kita masih punya kecendrungan bahwa dengan menuntut ilmu sampai jenjang yang paling tinggi membuat kita pasti maju dan berhasil. Mungkin kita sering berfikir dengan Kemampuan Intelektual (IQ) yang tinggi, kita pasti berhasil.

Saya memiliki seorang teman yang sangat pintar di bangku sekolah. Dia ini sering juara dalam studynya dan setiap mata pelajaran selalau terdepan. Setamat kuliah, dia bekerja pada suatu perusahaan sekala nasional tapi sayang pada masa kerja tersebut, dia tidak berhasil didalam dunia kerjanya. Rekan-rekan kerjanya mengatan bahwa teman saya ini sering marah-marah, merasa pintar sendiri dan suka emosi jika pendapatnya tidak disetujui oleh rekan kerja ataupun atasannya. Akhirnya dia keluar dari tempat kerjanya. Kegagalan teman saya ini dikarenakan dia tidak bisa mengontrol emosinya. Kemampuan Emosi (EQ) yang masih rendah membuat dia tidak bisa bekerja sama dengan rekan kerjanya. Ternyata IQ yang tinggi tidak menjamin kita berhasil

Saya juga memiliki saudara yang sangat pintar. Dengan IQ yang tinggi, kuliah dapat selesaikannya sebelum waktunya. Cita-cita saudara saya ini adalah mejadi seorang manager yang handal disuatu perusahaan asing yang besar. Dengan keinginan yang besar untuk menjadi seorang manager, saudara saya ini bekerja keras. Pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Dia juga dapat bekerja sama dengan rekan-rekan kerjanya dan juga dengan atasannya. Masalah-masalah yang timbul dapat diselesaikan dengan sangat memuaskan. Sepertinya dia dan rekan-rekan kerjanya bisa memajukan perusahaan dengan baik. Terlihat seseorang pemimpin yang akan menjadi orang hebat dibidangnya. Dengan kemampuan IQ and EQ yang seimbang sepertinya membuat saudara saya ini akan menjadi orang yang sukses. Setelah sekian lama waktu berlalu, saya mendengar kabar yang tidak mengenakkan. Saudara saya itu dipecat dikarenakan terbukti korupsi! Ternyata pada masa jabatannya, saudara saya ini sering melakukan korupsi dana perusahaan untuk kepentingan sendiri. Ternyata IQ dan EQ tidak menjamin kita maju. Pada masa hidupnya, kehidupan rohani saudara saya ini tidak bertumbuh. Walaupun Kristen, tetapi sedikitpun tidak pernah mengenal Kristus. Kemampuan Rohani ( RQ ) yang lemah membuat saudara saya ini terhambat untuk maju.

Saya dekat dengan seseorang ibu tua di kampung. Dia bukan orang yang berpendidikan! Dia juga bukan seorang pemimpin perusahaan! Dia hanyalah seorang ibu tua yang kalau pagi berangkat ke ladang, pulang sore. Diwaktu sengang dia biasa berjualan sayur mayur dan buah di pajak (pasar ). Sering sekali dalam berdagang, jika sayur sudah layu, dia tidak pernah jual. Dia dengan jujur mengatakan kalau sayurnya sudah layu, tidak baik untuk dijual. Jika buah yang dijual 2 Kg, timbangannya juga tidak pernah dikurangi. Jika ada pembeli nenek nenek yang membeli sayur atau buah, jarang sekali dia menerima uangnya. Jika pergi ke ladang jeruknya, dia dengan suka cita memberikan kepada orang yang meminta untuk menghilangkan rasa haus. Sepertinya orang sekitar merasa dibantu dan diberkati olehnya. Satu keistimewaan ibu ini adalah dia sangat dekat dengan Kristus. Dia ingat betul bahwa semua kebutuhan akan dipenuhi jika dia lebih dahulu mengutamakan Kristus. Jemaat sekitarnya juga merasakan betapa si ibu ini sangat tulus beribadah setiap Minggu. Disaat jemaat lain mungkin saling memojokkan baik antar Jemaat, Pekerja dan Pendeta, disaat beberapa jemaat melibatkan unsur politik didalam kelembagaan Gereja, tetapi si ibu ini tetaplah seorang ibu yang takut akan Tuhan. Pada tahun tahun berikutnya, betapa kagumnya saya melihat ternyata semua anak-anaknya telah menyelesaikan perguruan tinggi dengan baik. Saya bisa melihat ibu tua ini adalah seorang ibu yang maju, kaya dan dihormati didalam Tuhan.

Dengan Kemampuan Rohani ( RQ ) yang baik dan benar, kita bisa seperti ibu tua ini.

“ Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuannya itu akan ditambahkan kepadamu “ ( Mat. 6 : 33 ).