Sunday, November 05, 2006

Peluang Investasi di Kabupaten Karo

Seminar Sehari “Ras Kita Pesikap Kutanta”:

Oleh : Henndy Ginting

Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Karo bekerja sama dengan Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (HMKI) pada Hari Kamis, 21 September yang lalu menyelenggarakan sebuah seminar yang bertema Pesikap Kuta Kemulihenta. Seminar yang bertempat di Hotel The Sultan, yang dulu bernama Hotel Hilton tersebut dihadiri lebih kurang 120 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh Karo yang tinggal di Jakarta, beberapa pengusaha, dan para pejabat Pemkab Karo. Orang Karo yang tinggal di Jakarta yang terlihat hadir antara lain, mantan Dirut Astra Graphia, Inget Sembiring, mantan Pejabat PLN, Guapa Malem Tarigan, Ketua Umum HMKI dan pengurusnya, Riemenda Jamin Ginting, Butar Latuconsina Sitepu, H. KP. Malik Tarigan, dan lainnya.

Seminar diawali dengan kata sambutan dari Ketua Umum HMKI, Ibu Riemenda Jamin Ginting. Beliau menyambut baik inisiatif Pemkab Karo untuk secara terbuka dan profesional dalam upaya membangkitkan iklim usaha di Karo. Berbagai kelalaian masa lalu seperti lambatnya pelayanan petugas Pemkab, banyaknya pungutan liar, dan manajemen Pemkab yang kurang terarah diharapkan dapat diatasi oleh pemerintahan yang baru. Ibu Riemenda juga menghimbau peserta seminar untuk sekuat tenaga dan pikiran berpartisipasi aktif pada saat diskusi dan menghindari pembicaraan diluar hal-hal yang berkaitan dengan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Karo. Oleh moderator, isi sambutan ini dijadikan sebagai rambu-rambu “tata tertib” seminar dengan ungkapan “murni bicara bisnis dan investasi”.

Anak Beru Sienterem

Bupati Karo, Bapak D.D. Sinulingga, dalam sambutannya mengajak segenap masyarakat Karo yang tinggal di luar Karo memberikan kontribusi nyata sesuai dengan bidang dan kompetensi masing-masing untuk ikut membangun “Kuta Kemulihen”. Dengan semangat kebersamaan “Ras Kita Pesikap Kutanta”, beliau menegaskan perlunya tanggung jawab moral seluruh orang Karo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Tanah Karo. Walaupun banyak orang Karo yang sudah sukses tinggal di luar Karo, sedikit banyak “pasu-pasu” Tanah Karo Simalem dipercaya memberikan semangat dalam mencapai kesuksesan tersebut. Oleh karenanya kedekatan emosional dan kultural dengan tanah kelahiran hendaknya diwujudkan dengan berperan aktif membangun Karo. Sesaat sebelum memukul gong untuk membuka seminar, Bupati Karo mengajak, “Kerina Kita Terlibat Kalak Karo Si Lima Merga.”

Berbicara tentang kebijakan investasi di Karo, Bupati Karo menjamin peluang yang dibuka selebar-lebarnya bagi para investor. Hanya saja usaha yang dibangun harus memberi nilai tambah bagi masyarakat terutama untuk meningkatkan kesejahteraan “rayat si rulo”. Jangan sampai dengan maraknya investasi dan industri di Karo nantinya membuat anggota masyarakat menjadi “buruh” atau pekerja. Justru sebaliknya dengan adanya investor atau perkembangan industri dapat memacu terciptanya industri-industri pendukung yang berhubungan dimana anggota masyarakat yang tinggal di Karo lah sebagai pengusaha atau setidaknya sebagai “manajer-nya”. Dengan demikian terjadi transfer pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat Karo untuk lebih maju. Hal ini penting menurut Bupati Karo mengingat orang Karo yang sebagian besar petani adalah pekerja yang tulus dan rajin bekerja tetapi kurang pengetahuan mengenai bisnis/pasar.

Sehubungan dengan kebijakan pintu terbuka bagi para investor untuk menjajaki peluang usaha di Karo, Bupati Karo menyatakan ia dan seluruh jajarannya siap menjadi “anak beru sienterem”. Bahkan ketika ada salah seorang peserta diskusi yang mempertanyakan keseriusan Pemkab Karo untuk menjadi “anak beru sienterem”, Bupati Karo dengan tegas menjawab bahwa jajarannya yang tidak siap akan segera ditindak atau bahkan diberhentikan. Makna kultural “anak beru sienterem” merupakan analogi dari konsep Customer Service Orientation (CSO) yang menjadi salah satu strategi andalan manajemen perusahaan untuk menghadapi persaingan dan globalisasi. Pada sisi lain CSO mengandung unsur sosial, ketulusan, dan empati yang tampaknya menjadi sangat relevan di dalam manajemen pemerintahan pada era otonomi saat ini. Salah satu bentuk CSO terhadap investor, Bupati Karo menjelaskan untuk mengeluarkan ijin prinsip suatu usaha, apabila semua persyaratan sudah terpenuhi, tidak akan membutuhkan waktu lama. Bahkan apabila memang memberi nilai tambah bagi masyarakat Karo, ijin prinsip dapat dikeluarkan dalam tempo kurang dari satu jam.

Fakta, Informasi, dan Data

Sebagai bahan referensi untuk lebih dapat mendalami situasi riil Kabupaten Karo, Pemkab yang diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Sumbul Depari, memaparkan fakta, informasi, dan data tentang peluang dan tantangan investasi di Karo. Pemaparan tersebut selain disarikan pada handout seminar, juga tersaji di dalam sebuah buku “Regional Potency and Investment Opportunity of Karo Regency” yang diterbitkan Pemkab Karo. Pokok-pokok pikiran paparan tersebut dibagi ke dalam 6 bagian yaitu Gambaran Umum Kabupaten Karo, Potensi Wilayah, Isu dan Permasalahan, Arah dan Kebijakan Pembangunan 2006-2001, Peluang Investasi, dan Harapan terhadap Orang Karo Perantauan.

Gambaran umum Karo yang perlu dicatat antara lain pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%, dari 312.300 jiwa ditahun 2004 menjadi 316.207 jiwa ditahun 2005. Apabila dibandingkan dengan total luas wilayah Karo yang sebesar 2.127,25 Km maka kepadatan penduduk adalah 147 jiwa/Km2. Keseluruhan penduduk tersebar di 13 kecamatan dimana Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe menduduki peringkat tertinggi untuk kepadatan penduduk yaitu 1.254,33 jiwa/Km2 dan 1.209,41 jiwa/Km2. Sedangkan Kecamatan Lau Baleng dan Mardinding memiliki wilayah yang paling luas yaitu sebesar 252,60 Km2 dan 267,11 Km2. Sedangkan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,06% di tahun 2001 menjadi 6,06% di tahun 2004. Income perkapita penduduk di tahun 2004 tercatat sebesar Rp. 8.473.844,-. Kontribusi terbesar terhadap PDRB tercatat di tahun 2005 dari sektor pertanian sebesar 60,55% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 12,05%. Data yang cukup menggembirakan adalah Human Development Index (HDI) 5 tahun terakhir dimana keseluruhan komponennya berada di atas rata-rata HDI Propinsi Sumatera Utara.

Potensi wilayah di bidang pertanian sebagai penghasil sayur-sayuran, buah-buahan, dan palawija cukup besar dan terealisasi dalam bentuk ekspor. Akan tetapi potensi pertanian tersebut membutuhkan pasokan pupuk kandang dari luar daerah. Tercatat 350 ton pupuk kandang yang setara dengan Rp. 56 juta didatangkan dari luar daerah setiap harinya. Begitu pula dengan bidang pariwisata, menawarkan objek wisata alam, budaya, agro wisata, dan peninggalan sejarah. Hanya saja jumlah wisatawan menurun drastis setelah krisis moneter di tahun 1997 sampai dengan sekarang. Misalnya saja jumlah wisatawan yang berasal dari negara-negara Asean menurun dari 121.008 orang di tahun 1997 menjadi 5.662 orang di tahun 2005. Industri Kecil dan Menengah yang berkembang di Karo antara lain adalah syrop markisah, terong karo, selai, bubuk kopi, tahu, roti, anyaman, industri teknologi pendukung pertanian dan lainnya. Bidang pertambangan juga cukup memberikan warna pada potensi wilayah mengingat adanya bahan galian seperti belerang, batu gamping, zeonit, dan lainnya yang tersebar di berbagai kecamatan.

Beberapa isu dan permasalah yang cukup signifikan untuk dicatat antara lain di bidang pertanian menyangkut kurangnya pengembangan teknologi yang ramah lingkungan dan pengetahuan bisnis di kalangan petani. Di bidang pariwisata, kurangnya program promosi dan sosialisasi wisata yang terpadu akibat ketidaktersediaan biaya. Sedangkan di bidang SDM, kompetensi aparat PNS masih perlu ditingkatkan untuk mendukung terciptanya “clear and good governance” serta pelayanan yang prima. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi relevan untuk ditingkatkan sehubungan dengan kurangnya kompetensi SDM Karo. Selanjutnya di bidang sosial budaya perlu perhatian lebih terhadap pendidikan moral dan pelestarian budaya di kalangan masyarakat. Contoh konkrit untuk masalah sosial kemasyarakatan antara lain premanisme, narkoba, perjudian, dan yang lainnya.

Untuk menjawab berbagai fenomena isu dan permasalahan di Kabupaten Karo, Pemkab Karo merumuskan visi yaitu terwujudnya masyarakat kabupaten karo yang maju, demokratis, beriman, dan sejahtera dalam suasana kekerabatan karo. Untuk pencapaian visi tersebut disusun strategi pembangunan melalui 3 pilar utama yaitu pembangunan ekonomi kerakyatan, pengembangan SDM, dan pembenahan sarana dan prasarana investasi. Melalui strategi tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi meningkat rata-rata 0,25% per-tahun atau setara dengan pendapatan perkapita sebesar Rp. 10 juta di tahun 2010. Hal ini hanya akan terwujud apabila tercipta iklim investasi dari sektor swasta sebesar Rp. 595 Milyar per-tahun.

Peluang investasi di Kabupaten Karo tersebar di berbagai sektor. Di sektor pertanian misalnya terbuka peluang untuk pengadaan bibit, teknologi pertanian, pengolahan pasca panen, teknologi penyimpanan hasil pertanian, jaring apung, sapi perah dan sapi potong, pengolahan kopi, dan pengolahan kemiri. Di sektor pariwisata, berbagai objek wisata alam seperti Lau Kawar, Tongging (Danau Toba), Taman Mejuah-juah, Tahura, Air Terjun Sikulikap, Pemandian Air Panas, Mbal-mbal (“ranch”) Nodi, Deleng Kutu, Uruk Tuhan, Gunung Berapi (Sinabung dan Sibayak), dan Uruk Gundaling. Disamping itu peluang di sektor pertambangan seperti PLTA Lau Kersik dan Geothermal Sibayak dapat menjadi alternatif investasi.

Testimonial

Ikut mendamping Sekda Kabupaten Karo dalam paparannya adalah seorang putra karo yang sudah memulai usaha mix farming di daerah Peceren, Berastagi. Dr. Ir. Petrus Sitepu bersama rekannya, seorang investor asal Berastagi, Simon Lee, yang dalam 6 bulan terakhir ini berbisnis sapi perah, sapi potong, dan mengembangkan usaha pertanian “sweet corn”. Sebelum berbicara lebih jauh, Petrus memberi kesaksian bagaimana mudahnya memperoleh ijin prinsip dari Pemkab Karo. Selain dapat dengan mudah meminta waktu audiensi dengan aparat Pemkab, beliau menyampaikan bahwa ijin prinsip usahanya dapat keluar dalam waktu 1 jam. Bahkan beliau merasakan dukungan moril, misalnya dengan adanya kunjungan mendadak dari Bupati Karo ke lokasi usahanya.

Menurut paparannya, Petrus optimis usaha sejenis akan potensial berkembang di Karo mengingat tidak ada limbah yang terbuang dari usaha tersebut. Sebagai gambaran, dari batang jagung muda yang sudah dipanen dijadikan makanan ternak/sapi dan buah jagung (sweet corn) dapat langsung dipasarkan. Sedangkan sapi yang dipelihara saat ini menghasilkan daging dan susu yang mulai mencapai pasar Medan dan sekitarnya. Menurut perkiraan Bung Petrus, Kota Medan membutuhkan 200 ekor sapi setiap harinya untuk konsumsi penduduk. Apabila Karo bisa memasok 25-50% saja dari kebutuhan tersebut maka akan banyak masyarakat Karo terangkat kesejahteraannya. Selanjutnya beliau menjelaskan limbah ternak sapi dapat langsung diolah kembali menjadi pupuk kandang.

Sehubungan dengan paparan yang sarat dengan isu ramah lingkungan tersebut, Ibu Butar Latuconsina dari HMKI menyambut dengan menawarkan produk-produk sarana pertanian organik dengan teknologi mikro organisme. Selain untuk menjawab kebutuhan pengolahan limbah dan sarana pertanian semi organik, produk tersebut tentunya sedikit banyak dapat mengubah citra poduk pertanian Karo yang didominasi teknologi anorganik. Terlepas dari besar tidaknya relevansi tawaran produk tersebut, semangat Ibu Butar untuk berpartisipasi dalam pembangunan Karo patut diapresiasi dan dapat menjadi “provokator” bagi putra-putri Karo lainnya.

Beberapa pertanyaan dan ide berupa alternatif solusi muncul disela-sela diskusi yang berdurasi lebih kurang 5 jam tersebut. Salah satu kritik atas paparan Pemkab adalah pentingnya uraian peluang investasi yang lebih rinci. Sedangkan berbagai saran yang sempat tercatat antara lain penggunaan transportasi laut sebagai alternatif untuk mengangkut hasil pertanian ke Jawa dan daerah lainnya, kesiapan sumber daya yang berkualitas untuk mengelola usaha yang akan dibangun di Karo, pelayanan aparat Pemkab yang perlu terus ditingkatkan, dan fleksibilitas birokrasi terutama dalam penerbitan sertifikat tanah pertanian yang selama ini menjadi masalah besar bagi petani. Hanya saja pada sesi ini suasana diskusi terlihat kurang produktif akibat kurang siapnya peserta untuk melakukan analisis terhadap fakta, data, dan informasi yang disajikan Pemkab. Pada sisi lain, para kepala dinas di lingkungan Pemkab juga terlihat belum terbiasa dengan acara “social time” yang dirancang panitia sebagai sarana untuk melakukan pendekatan dengan pengusaha. Pada sesi “sosial time” ini beberapa kepala dinas terlihat “ngobrol” sambil merokok di luar ruangan diskusi.

Kesimpulan dan Saran

Acara seminar sehari “Ras Kita Pesikap Kutanta” yang berfokus pada Peluang dan Tantangan investasi di Kabupaten Karo pada dasarnya merupakan manifestasi dari niat tulus masyarakat Karo perantauan dan Pemkab Karo untuk bersama-sama berpikir dan merencanakan aksi untuk membangun Karo. Tentunya pepatah “Kemarau setahun dihapuskan oleh hujan sehari” tidak berlaku dalam konteks ini. Artinya seminar tersebut hanyalah sebuah nyala kecil yang perlu terus dikobarkan untuk pada saatnya menjadi wujud nyata dengan adanya beberapa orang Karo perantauan yang memulai usaha di Karo atau membawa investor datang ke Karo. Beberapa sikap yang perlu dikembangkan untuk mengobarkan api semangat kebersamaan ini antara lain “trust” (saling percaya), ketulusan, dan rela berkorban.

Peran serta integratif antara akademisi/ilmuan, pengusaha, birokrat, sukarelawan, dan segenap masyarakat Karo perlu dikoordinasikan oleh Pemkab sehingga menjadi solusi yang komprehensif dan tepat sasaran. Berbagai survei dan penelitian tentang peluang usaha di Karo perlu segera diinisiasi oleh orang Karo yang bergerak di bidang ilmu terkait dan peran Pemkab selain mendukung penelitian tersebut juga secara berkala mensosialisasikan hasilnya melalui berbagai media sehingga menyentuh seluruh kalangan masyarakat Karo. Sedangkan dari sisi pengusaha dan birokrat Karo tentunya peluang investasi di Karo tidak hanya dipandang sebagai untung besar semata bagi diri sendiri tetapi sudah selayaknya dikaitkan dengan unsur sosial dan kepedulian terhadap Kuta Kemulihen.

Pada akhirnya kompetensi para aparatur PNS Karo terutama unsur-unsur manajer lini (kepala dinas dan kepala bagian) di bidang pelayanan dan kewirausahaan menjadi syarat mutlak dalam merespon minat investor. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan pengelolaan SDM yang profesional melalui upaya assessmen dan intervensi (pelatihan dan pengembangan) bagi kalangan aparat khususnya pada level pengambil keputusan. Hendaklah para aparat disemua lini bersikap menjadi “anak beru sinenterem” bagi pelanggan (masyarakat, investor, dan sesama rekan kerja). Pada sisi lain mereka juga harus “smart” untuk menangkap sinyal peluang bisnis dari berbagai usulan, proposal, dan kunjungan para investor. Bukan berarti aparatur PNS yang akan menjadi pengusaha tetapi mereka harus “cerdas” untuk merespon dan melayani segala jenis potensi usaha yang akan dibangun oleh berbagai kalangan untuk kemajuan Tanah Karo Simalem.

1 comment:

arisgt_suka said...

informasi perkembangan ekonomi dan peluang yang bisa dioptimalkan