Monday, December 18, 2006

Tanggapan atas Isu Poligami yang Sedang Marak

Oleh Dkn Em. Djeremia Sinuhadji
(Perpulungen Rih Tengah, Kutabuluh - Klasis Sinabun)

Tulisan ini barangkali agak berlebihan, terkesan mengajak Mamre (Perbapan GBKP) untuk kawin lagi. Lho apa bisa?

Mari kita baca dan simak Tata Gereja made in Sidang Sinode ke XXXIII, tanggal 10-17
April 2005 di Rereat Center Sukamakmur. Sidang yang dihadiri + 1000 peserta tersebut
telah membuahkan Tata Gereja GBKP, tahun 2005 s/d 2015. Ketika sosialisasi Tata Gereja
baru ini oleh Klasis Jakarta – Bandung di GBKP Cililitan, banyak hal yang dipertanyakan
khususnya prosentasi setoran-setoran dari PJJ, Bajem dan Majelis. Konon katanya,
menyangkut prosentasi ini kelak akan direvisi. Tapi yang paling seru dan ramai serta lama
didiskusikan adalah tentang Peraturan – peraturan, khusunya Pasal 2 butir 6. Kaum ibu yang
mewakili Majelis-majelis, ketika diungkapkan pasal ini, tidak berlebihan 200% kontan
menolak.

Untuk lebih jelas sebaiknya saya kutip Pasal 2 butir 6 tersebut:
Judul butir 6 : SEORANG SUAMI YANG BERAGAMA KRISTEN KAWIN DUA KALI
a. Apabila seorang suami yang beragama Kristen beristri lebih dari satu, maka yang bersangkutan dikeluarkan dari GBKP.
Komentar : Tentu demikian seharusnya.
b. Yang bersangkutan dapat diterima kembali, apabila ia dengan kedua isterinya hidup rukun dan menunjukkan ketaatannya dalam agama Kristen selama 5 - 7 tahun.
( Yes 1 : 18;25: 1;43 : 24B; Mark 2:5;Yoh 1 : 9 )
c. Penerimaan yang bersangkutan melalui liturgi KEBAKTIAN setelah menerima bimbingan pokok-pokok dan pengakuan GBKP.

Dari a,b,c ini yang ramai dipersoalkan “b”
Butir 6 sub b inilah yang banyak dipersoalkan diperdebatkan dan didiskusikan oleh peserta sosialisasi TATA GEREJA. Karena apa?
Karena butir 6 sub b tersebut sangat memberikan peluang / kesempatan bagi kaum bapak (mamre) untuk bisa kawin lagi.

Syaratnya : sang suami dapat rukun dengan kedua istrinya dan taat dalam agama Kristen
5-7 tahun.

Persoalannya sekarang, siapa yang menilai dan menetapkan mereka rukun?
Apa ukuran (sukat-sukat) dan kriteria mereka dikatakan rukun.
Apakah ada seorang istri rela dan senang hati kalau ada madunya (kiduanya?)
Barangkali sangta susah mencari seorang istri yang senang dimadu. Belum tentu ada satu dalam seribu atau sejuta. Dibata pe pecemburu, la ate Dibata iban kiduaNa. Ula Dibata-dibata sideban selain aku.

Wahai sidang sinode ke 33, apakah anda melhat dampak buruknya semuanya ini, ketika keputusan ini diambil, banyak peserta sidang sedang istirahat ke Bandar baru atau tidur siang?


Lantas apa kaitannya dengan ayat-ayat :
Yes 1 : 18; 25: 1; 43: 24B
Mark : 2:5 dan Joh 1 : 9 yang mungkin sebagai ayat-ayat referensi (pendukung) ?

coba kita baca dan renungkan ayat-ayat tersebut :
- Yes 1 : 18 , berbicara tentang pengampunan dosa.
- Yes 18 : 25, sama sekali tidak ada relevansinya.
- Yes 43: 24 B, Tuhan selalu dibebani dengan dosa-dosa manusia
- Mark 2 : 5, Karena membawa iman, dosa diampuni.
- Joh 1 : 9 , Kristus membawa terang kepada manusia.

Untuk kita renungkan, apakah ayat-ayat tersebut diatas cukup kuat untuk mendukung sebagai dasar sang suami kawin lagi ? wah enak di lu kata Moria.
Kalau kita simak ayat-ayat dimaksud cenderung dari sisi pengampunan / penghapusan dosa-dosa saja .Kira-kira berbuat dosalah, karena Tuhan itu maha pengampun. Alahmak kata orang Medan.

Menurut hemat saya butir 6 sub b bertentangan dengan azas keadilan, kejujuran , kebenaran dan kepatutan, terutama untuk kaum ibu ( Moria )

Diakitkan dengan liturgi pemberkatan nikah ( pasu-pasu) khususnya janji ( perpadanan ) kedua calon mempelai, model II :
….. aku erpadan njaga kebadiaan perjabunta seh Dibata nirangken kita alu kematen …… “
Sampai sekarang hasil sidang sinode BPL tahun 1994 tersebut belum pernah dicabut, artinya masih sah. Dan model II ini lebih banyak digunakan dalam acara-acara pemberkatan nikah, karena diucapkan oleh masing-masing calon pengantin.

Dari uaraian diatas serta hasil sosialisasi TATA GEREJA 2005-2015 diklasis-klasis maupun diMajelis sebaiknya Moderamen dan panitia dan Tata Gereja dengan rendah hati berkenan merevisi pasal 2, butir 6 khususnya sub b.
Tudak ada gading tidak retak, tapi buatlah retaknya menjadi keindahan. Syalom-Mejuah-juah.


(Condet – Jakarta, Agustus 2006)

No comments: